Ekonomi Digital di Tengah Era Disrupsi




Minggu sore, 10 Mei 2020. Antara pukul 16.30 - 18.00 WIB, sebuah kios berukuran tidak terlalu besar tampak ramai. Berlapis kaca di depan, kios ini berisi kesibukan. Orang-orang tampak mengantri di dalamnya. Sementara  barang-barang berbungkus plastik saling bertumpukan dan bertebaran. Jumlahnya jangan ditanya, sangat banyak.

Tempat ini merupakan salah satu kantor ekspedisi yang ramai di daerah Buaran, Pekalongan. Apalagi khusus hari minggu ada diskon 50%. Diskon sebesar itu membuat ekpedisi tersebut diburu para pelapak online atau para pelaku penjual barang-barang melalui digital.

Mereka ingin menggembirakan pelanggannya agar para customernya yang sudah berbelanja lewat online bisa mendapat diskon 50% untuk jasa pengiriman barang. Tentu ini sangat menarik sebab diskonnya tidak main-main, sampai 50% dibanding hari-hari biasa.

Saya yang membawa pesanan produk-produk batik Foda dari berbagai daerah juga harus bersaing untuk segera mendapat pelayanan di tempat sempit ini. Apalagi tidak ada nomor antrian atau nomor urut.  Benar-benar harus sabar di tengah tempat yang tidak luas tersebut dan menunggu cukup lama.

Sekitar satu jam saya menunggu antrian di tempat ini dan saya adalah orang terakhir yang keluar. Saat waktu berbuka puasa saya masih di tempat ini karena saya orang paling akhir yang mendapat pelayanan sampai waktu maghrib.

Pegawai di tempat tersebut juga menolak beberapa orang yang masuk karena harus berbuka puasa terlebih dahulu. Malamnya baru akan buka lagi dan akan diberikan nomor antrian untuk mereka yang akan masuk agar tertib. Ramainya jasa ekspedisi di tempat ini menunjukan fenomena baru.

Bisnis digital benar-benar menjanjikan. Terjadi perubahan cara berbelanja di tengah masyarakat, ditambah lagi saat ada pandemi Covid-19. Orang saat ini semakin nyaman berbelanja online. Perubahan teknologi telah menjadikan orang sekarang semakin mudah mendapatkan produk-produk yang diinginkan.

Cukup dari handphone yang ada di tangan, mereka bisa mencari barang-barang yang dibutuhkan sesuai dengan yang diinginkan. Mereka tidak perlu lagi ke mall atau pusat-pusat perbelanjaan fisik dengan gedung-gedung bertingkat.

Mall tersebut sudah berganti dan bergeser menjadi mall di dalam handphone. Semua barang sudah bisa dihadirikan di dalam toko-toko online yang ada. Tidak hanya para pemodal besar melalui toko-toko online yang sudah punya nama, saat ini banyak juga masyarakat biasa yang berjualan online dan ternyata juga banyak peminatnya.

Kita bayangkan apa yang terjadi di kios tersebut hanyalah di satu titik di satu kota. Padahal ada banyak titik di satu kota, belum lagi dalam  skala yang lebih besar di tingkat nasional dan global. Ada pergerakan besar besaran barang dalam jumlah masif yang didrive karena kemudahan teknologi. Dari internet dan handphone. Dua instrumen penggerak ekonomi digital yang ditopang oleh kegairahan dan antusiasme pelapak maupun pembeli online.

Era disrupsi teknologi sedang terjadi. Perkembangan teknologi ternyata merevolusi gaya hidup masyarakat. Salah satunya cara berbelanja manusia yang dulu harus bertatap muka sambil melihat produknya langsung di tempat-tempat berujud toko fisik, sekarang bergeser menjadi cukup melihat di handphone, mereka sudah bisa mengambil keputusan untuk membeli.

Ini merupakan perubahan besar yang terjadi di tengah perkembangan zaman. Ekonomi digital saat ini sedang sunshine. Benar-benar menjanjikan. Setiap orang saat ini bisa berjualan dan mendapatkan keuntungan hanya dari mengunggah gambar atau foto produk disertai keterangan agar menarik konsumen. Pelakunya juga sangat fragmentatif, beragam. Tidak hanya toko-toko dengan modal besar, tapi setiap orang bisa melakukannya. Era digital adalah era demokratisasi ekonomi. Setiap orang bisa menjadi pelaku pasar dan membesarkan dirinya.

Karena itu, CE0 Amazon Jeff Bezos pernah berujar, '' Saya tidak khawatir dengan pesaing raksasa. Saya khawatir terhadap dua anak muda di garasi yang bisa menggantikan aktivitas 40.000 karyawan yang siap mendisrupsi pimpinan perusahaan besar''.

Bisnis digital adalah bisnis masa kini sekaligus masa depan. Semua orang bisa melakukannya.  Teknologi telah mendisrupsi banyak hal; produk, layanan, model bisnis, industri, aturan main bahkan mindset kita. Ya mindset kita juga bisa terdisrupsi. Sayangnya kadang-kadang kita termasuk orang yang telat merespons. Kita kadang masih terperangkap oleh masa lalu. Cara berpikir dan cara bergerak kita masih menggunakan model masa lalu. Ketinggalan.

Sementara teknologi sudah berlari jauh, kita kadang masih belum siap berlari. Bahkan tidak menyadarinya. Ironis. Mindset tidak tumbuh dan membuat kita terlambat merespons. Betapa berbahayanya ketika kita terlambat dalam merespons situasi.

Riset yang dilakukan Accenture misalnya, menemukan sejak tahun 2000 hingga sekarang, lebih dari separuh perusahaan-perusahaan yang dulu masuk Fortune 500 menghilang. Ada yang mungkin bisnisnya menyusut atau bahkan bangkrut sehingga tidak lagi masuk daftar sebagai perusahaan yang prestisius.

Mereka yang masuk Fortune itu perusahaan kelas kakap, bukan abal-abal. Mereka profesional dan telah masuk dalam peta perusahaan besar. Bayangkan, jika mereka yang besar saja sampai terjerembab karena terlambat atau tidak bisa merespons zaman, bagaimana yang di bawah mereka.

Coba cek statement CEO Accenturre, Pierre Nanterme. Dia menyampaikan, mereka terdepak dari Fortune 500 KARENA TIDAK ATAU TERLAMBAT mengadopsi teknologi digital ke dalam bisnis perusahannya. Banyak perusahaan terkaget-kaget ketika pasarnya lenyap dan produknya kehilangan relevansi. Mereka tidak menyadari sedang ada era baru bernama disrupsi. Mereka gagal membaca perkembangan terbaru ini. Disrupsi adalah perubahan dengan kekacauan, tapi bukan sembarang kekacauan. Ini berbeda, karena hadirnya para pelaku bisnis baru yang berhasil membawa masa depan ke masa kini. Tomorrow is today. Disrupsi menghadirkan sesuatu yang menghancurkan cara-cara lama.

Sementara di sisi lain, ada juga pelaku bisnis yang masih terjebak pada masa lalu. Mindsetnya masih yesterday is today dan cara bergeraknya konvensional, bahkan kolot. Tidak bisa membaca situasi dan cara beroperasi serta bergeraknya masih menggunakan cara-cara lama.

Sementara teknologi sudah mendisrupsi zaman, alam pikir mereka masih tidak berubah, bahkan merasa di zona nyaman. Seolah-olah masa lalu akan tetap menang di masa depan.  Mereka yang menang adalah yang berhasil mendisrupsi dirinya. Memiliki disruptive mindsite. Memiliki kesadaran harus mendisrupsi dirinya sendiri.

Disrupsi menuntut kita untuk terus belajar hal-hal baru. Termasuk yang sama sekali asing bagi kita sebelumnya. Kita harus dipaksa dan memaksakan diri untuk terus belajar. Bahkan untuk kompetensi baru yang berbeda dengan  yang telah kita miliki. Sudah banyak juga contoh perusahaan besar atau individu yang hanya terpaku dengan kompetensi dasar mereka akhirnya tumbang karena tidak mengembangkan bisnis-bisnis baru di luar spesialisasinya.

Sementara ada juga perusahaan atau individu yang memiliki mindset adaptif dengan zaman kemudian giat belajar untuk membaca situasi kekinian. Mereka berusaha untuk selalu relevan dengan dinamika perkembangan yang ada. Mereka juga tidak mau berada di zona nyaman, dan memiliki kesadaran untuk mengembangkan kompetensi baru.

Mereka mau berubah dengan berupaya menghadirkan cara-cara baru, produk-produk baru, teknologi baru yang ditawarkan untuk terus berkembang. Mereka ingin meraih kesempatan dengan mindset yang selalu bertumbuh, bukan dengan keyakinan usang.

Mereka selalu berupaya berpikir berbeda, mencari jalan berbeda dan menerapkan strategi berbeda. Disrupt yourself or being disrupted. (trisno suhito)






Comments

Popular posts from this blog

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (2)

Makam Syeikh Maulana Maghribi Wonobodro, Batang

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (3)