Pemicu Pembelahan itu Bernama Kekhawatiran


Proses pemungutan suara Pemilu 2019 semakin dekat, 17 April mendatang. Semua menunggu hasil yang akan menentukan pada hari tersebut. Kita berharap tidak terjadi pembelahan akut dari proses pesta demokrasi ini. Jika kita membaca media media yang ada, termasuk di media sosial, Pilpres memang terlihat sengit. Pendukung pasangan capres cawapres Joko Widodo-Makruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terlihat kencang dalam mendukung calon yang mereka pilih.

Di Facebook, Whatsapp, Instagram misalnya, terlihat bagaimana Pilpres tidak sekedar menjadi ruang untuk memberi dukungan, tapi juga menyerang pasangan capres. Bahkan juga melibatkan buzzer dan influencer yang secara aktif terlihat dalam memainkan perang tagar di media sosial. Belum lagi di lapangan, gelaran massa dalam jumlah besar juga dipertontonkan dalam kampanye terbuka. Seolah ingin terlihat bersama pendukung dalam jumlah besar, kita disuguhkan foto-foto dan video kampanye terbuka yang berupaya meyakinkan bahwa pasangan capres dan cawapres mendapat dukungan paling besar dari masyarakat.

Kita tentu berharap, Pilpres tidak terlalu membuat pembelahan di masyarakat. Dari hasil analisa pribadi yang ada, pembelahan terjadi sebenarnya bukan karena soal-soal programatik dari pasangan capres dan cawapres. Tapi itu distimulus oleh adanya KEKHAWATIRAN. Ya, KEKHAWATIRAN yang coba dipush atau diangkat sehingga membuat masyarakat terkotak.

Pendukung yang satu khawatir karena pasangan capres dan cawapres menjadi tempat pihak-pihak pendukung semangat kekhilafahan, Islam garis keras, dan bagian dari orde baru. Mereka khawatir, jika pasangan ini menang, maka akan bisa menyuburkan pihak-pihak yang mengusung khilafah, ide Islam politik dan juga bangkitnya barisan keluarga dan pendukung orde baru.

Sementara yang kubu satunya, khawatir karena jika berkuasa kembali, pasangan capres dan cawapres yang ada akan semakin merasa paling Pancasila. Mereka akan semakin meminggirkan kelompok Islam, dalam hal ini adalah Islam yang membangun relasi dengan wacana dan praksis politik. Itu sudah dibuktikan dengan proses hukum yang dilakukan pada tokoh atau pendukung gerakan yang diawali dari protes terhadap Gubernur Jakarta, Ahok, di Pilgub Jakarta kemarin.

Soal-soal programatik seperti kebijakan hutang luar negeri, perdebatan akan kartu-kartu, dan lainnya sebenarnya tidak sebesar soal subtansi akan KEKHAWATIRAN ini. Kita memahami bahwa ini adalah bagian dari dinamika perpolitikan yang ada. Kecemasan dan kekhawatiran adalah sumbu yang mudah dipantik untuk siap menjadi ledakan. Dan jika ditarik ke wilayah psikologi yang lebih dalam, maka akan menjadikan hal ini semakin mengeras. Maka kemudian beroperasi hal-hal yang terkait dengan ujaran kebencian, menyerang pribadi calon, berita bohong atau hoax serta saling menghujat. 

Kita tentu berharap ini tidak akan semakin mengeras. Sebab jika terjadi, maka yang rugi adalah bangsa secara keseluruhan. Bangsa-bangsa lain sedang terus melaju membangun kekuatan dan kejayaaan, seperti menyiapkan sumber daya manusia dan infrastruktur menghadapi industri 4.0, sementara kita disibukan dengan hal-hal yang bersifat saling melemahkan. Kita bertengkar sendiri dan sebenarnya tidak memiliki dampak positif apapun. Bangsa lain akan bertepuk tangan begitu sesama kita saling bertengkar. Karena apa? Karena itu akan membuat kerapuhan.

Namun kita juga paham, bangsa kita sudah semakin matang menghadapi pesta demokrasi. Berbagai pemilu setelah era reformasi telah membuat masyarakat menjadikan proses ini sebagai proses yang biasa dalam kehidupan demokrasi. Tidak perlu dibawa ke ranah yang begitu mendalam sampai ke psikologi. Kalau ada yang menang, maka mereka dituntut untuk berbuat yang terbaik dan melunasi janji-janji selama kampanye. Sementara yang kalah, berfungsi sebagai pembanding atau oposisi agar pemerintahan bisa berjalan untuk benar-benar mensejahterakan masyarakat dan memajukan bangsa. Sesederhana itu. Bisa ya, bisa tidak. Tapi kita berharap, itu adalah iya. Karena kita lelah kalau menjadikan proses politik sebagai ruang untuk berkonflik.









Comments

Popular posts from this blog

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (2)

Makam Syeikh Maulana Maghribi Wonobodro, Batang

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (3)