Memproklamasikan Produksi


Indonesia merayakan peringatan Hari Kemerdekaan ke 73, Jum'at (17/8). Berbagai acara digelar guna menyambut kegembiraan atas kemerdekaan yang sudah diperoleh republik ini selama 73 tahun. Upacara bendera, renungan  malam, membagi makanan, sampai dengan perlombaan dihadirkan di pelosok negeri. Kemerdekaan adalah sebuah anugerah  tidak terkira dari bangsa ini dari Tuhan, setelah lepas dari kolonialisme.

Ada banyak cara untuk mengisi kemerdekaan di tengah zaman yang terus bergerak. Baik di level pemerintah, masyarakat, maupun individu. Secara pribadi, kemerdekaan tahun ini kami jadikan momentum untuk kembali memproduksi batik.

Tepatnya, kami memproduksi daster kembali. Batik adalah kekuatan yang kami miliki karena berada di pusat kota batik, Pekalongan. Julukan Pekalongan kini bahkan tidak main-main; the world city of batik. Kota Batik Dunia. Sebelumnya, saya dengan istri sudah pernah memproduksi batik dengan bahan santung. Namun sempat terhenti karena kesibukan dan prioritas membangun rumah.

Kami telah memiliki usaha batik sejak 2015. Tepatnya, 1 Maret 2015. Itu berarti sudah sekitar tiga tahun ini. Tanggal tersebut awal dari usaha batik yang dikelola di rumah kami setelah memiliki rumah sendiri. Sebelumnya, saya, istri dan anak tinggal bersama mertua sekitar empat tahun. Kami membuka toko di rumah kami. Tempat berjualan kami ada satu ruangan bersama ruang tamu. Awalnya sempat untuk garasi, tapi kami pikir akan lebih produktif untuk usaha.

Nama usaha kami, adalah Batik Foda. Nama Foda saya temukan setelah melakukan berbagai pencarian. Saya ingin nama menjadi  bagian dari doa. Karena itu, saya mencari nama agar usaha kami bisa menarik rezeki. Pointnya di rezeki. Saya belajar sedikit teori marketing nama. Bagaimana nama usaha itu, terdiri cukup dari dua kata saja. Itu agar mudah diingat oleh orang dan konsumen. Honda dan Astra misalnya, adalah nama brand usaha dengan dua suku kata yang sudah sangat dikenal. Dua nama itu, simple dan mudah diingat.

Proses pencarian nama saya tidak terpaku pada bahasa Jawa, Indonesia atau Arab. Tiga bahasa yang sudah sangat familiar di Indonesia. Substansinya pada doa. Pencarian aku lakukan di google dan sebagainya. Setelah melalui proses, didapatlah nama Foda. Di atas huruf o, ada tanda titik dua. Artinya, rezeki. Itu dari bahasa asing, kalau tidak salah daerah Skandinavia. Nama yang simple dan unik. Sepertinya di tempat lain belum ada.

Nama ketemu, lanjut dengan pemesanan papan nama. Papan nama jadi, kami pasang di tepi jalan di dekat Buaran Batik Center, sebelum masuk gang rumah kami. Ini agar orang tahu, nama Batik Foda dan usahanya. Setelah itu, kami pasang juga papan nama cukup besar di rumah kami. Warna dasar biru, dipadu warna hijau dan kuning. Kami tidak hanya ingin bergerak menyediakan batik di toko seperti orang biasanya. Kami bergerak masuk ke dunia online. Karena produksi kami daster, maka kami membuat website bernama www.dasterbatikpekalongan.com. Kami masuk ke dunia online, digital. Melalui toko ini, kami menyediakan daftar produk yang bisa dipesan konsumen. Tak diduga, ternyata, toko online kami cukup baik sambutannya. Usaha kami berkembang, baik ofline dan online. Setelah berjalan, kami melakukan evaluasi, ternyata nama dasterbatikpekalongan, sepertinya terlalu sempit. Kesannya hanya menyediakan daster. Padahal kami juga menyediakan aneka produk batik lainnya.

Transformasi

Setelah melakukan proses evaluasi, www.dasterbatikpekalongan.com akhirnya kami rubah menjadi www.batikfoda.com. Sebuah transformasi nama yang diharapkan menjadi transformasi penguatan brand. Batik Foda adalah brand yang diharapkan akan kuat di masa mendatang.

Kami menyadari, salah satu yang belum dilakukan adalah produksi. Setelah pindah rumah ke rumah baru, saya dan istri tidak memproduksi. Cuma membeli barang-barang dari produsen atau dari penjual. Padahal cukup banyak orang yang datang ke toko kami menanyakan, apakah memproduksi sendiri atau tidak. Bagi penjual, jika mereka membeli ke produsen langsung memang akan ada selisih harga daripada harus membeli ke penjual yang sama. Saya dan istri berpikir, bagaimana agar bisa berproduksi lagi kembali. Istri juga berpikiran hal yang sama.

Akhirnya, istri dan saya sepakat, kita harus produksi. Pertanyaanya, uang produksi kita dapatkan dari mana. Istri sempat terlontar ide, bagaimana kalau berhutang ke bank. Saya dari awal tegas, jangan. Bukan apa-apa, kalau berhutang ke bank, sementara market belum begitu menjanjikan, kita hanya akan disibukan dengan mengangsur uang ke bank. Karena itu, saya ambil keputusan, kita menabung dulu saja. Lebih baik mengumpulkan uang dulu setiap bulannya, baru kemudian uang yang kita kumpulkan, untuk produksi. Butuh kesabaran dan waktu memang, tapi itu menurut saya lebih baik, daripada kita berpikir utang ke bank.

Satu tahun menabung, kita ada cukup uang untuk memproduksi. Alhamdulillah. Puji syukur pada Tuhan. Dari hasil diskusi antara saya dengan istri, kami ingin memproduksi daster berbahan kaos. Sebab pasarnya selama ini termasuk bagus. Kalau daster, saya dan istri kadang berpikir, mungkin ini produk yang pas dengan kita. Sebab selama ini banyak pembelinya. Kalau sebelumnya, kita memproduksi daster berbahan santung, sekarang berbahan kaos. Model pertama adalah daster kaos payung. Ini bukan payung untuk menahan air dari hujan..hehe.

Tapi daster batik bentuknya persis seperti payung. Tapi terbalik. Peminatnya dari kaum hawa dan emak-emak ternyata banyak. Untuk produksi pertama, kami membuat model payung. Berikutnya, kami ingin memproduksi daster kaos model biasa. Setelah bahan kaos, kami juga ingin memproduksi daster bahan santung, kembali. Kami ingin menjadi bagian dari PRODUSEN. Ini juga soal keyakinan, keinginan dan mindset.

Menjadi Produsen

Sebagai sebuah bangsa, kita jangan sampai hanya menjadi bangsa konsumen. Sekecil apapun, dengan kekuatan apa yang kita miliki, kalau bisa jadilah produsen. Sehingga di tengah globalisasi, kita bukan hanya menjadi konsumen saja. Menjadi produsen perlu sebagai identitas, cita-cita, keinginan, dan juga cara berpikir. Indonesia akan bergerak menjadi bangsa yang maju, jika semangat menjadi bangsa produsen semakin kuat. Lihatlah  berbagai bangsa-bangsa yang mengalami kemajuan pesat. Mereka adalah bangsa-bangsa produsen. Amerika Serikat, Jepang, China, Korea Selatan, Jerman adalah contoh, negara-negara yang ekonominya melesat karena mereka menjadi bangsa produsen. Mereka yang menguasai pasar, bahkan menentukan pasar.


Dengan menjadi produsen, kita dituntut untuk kreatif, inovatif dan lincah (agile). Kita juga dituntut untuk terus berpikir bagaimana usaha bertumbuh. Dengan produksi kita juga bisa ikut menggerakan ekonomi karena mata rantai produksi melibatkan banyak orang. Dari penjual kain misalnya, tukang potong kain, tukang babar batik, penjahit, kita untuk kemudian dijual kembali oleh penjual atau reseller. Jadi ada mata rantai ekonomi panjang yang melibatkan banyak orang. Semoga menjadi keberkahan bagi kita dan juga banyak orang.

Sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan RI tahun ini, semoga Tuhan memberikan berkat dan karunia-Nya agar usaha kami terus lancar. Bertumbuh, dan membesar sebagai bagian dari kekuatan bangsa. Kita harus bangun dengan optimisme. Dengan doa, kerja keras dan kerja cerdas. Pada Tuhan, kami hanya mengupayakan apa yang disebut usaha. Semoga Tuhan memberikan jalan kemudahan untuk semakin maju. Termasuk dengan produksi produk yang kami lakukan, dengan usaha toko di rumah dan juga digital melalui www.batikfoda.com. Semoga. Amiin.



Comments

Popular posts from this blog

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (2)

Makam Syeikh Maulana Maghribi Wonobodro, Batang

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (3)