Posts

Showing posts from December, 2011

HMI Kehabisan Stok Ulama

HMI sepertinya harus mawas diri. Terutama dengan kondisi internalnya yang semakin kekurangan stok ulama. Jika mau berhitung, dalam 10 tahun ini saja, berapa ulama yang sudah dihasilkan HMI dan terjun ke masyarakat. Adalah ironi jika HMI sampai kehabisan stok kader ulama. Sebab, organisasi ini digerakan spirit Islam. Dan, dakwah yang mesti dilakukan tidak sekedar dalam bentuk wacana intelektual. Tapi, juga dengan turun ke masyarakat memberikan pemahaman keagaamaan. HMI memang sulit seperti NU yang punya massa konstan dan ‘fanatik’. Ibarat pohon NU itu punya akar yang kuat di masyarakat dengan basis masanya. Sementara HMI itu kelihatan rindang daunnya, tapi secara akar kita tidak bisa menyamai NU, atau Muhammadiyah misalnya. HMI tampak kurang serius dalam menyemangati Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI). Padahal dari sinilah calon-calon dai atau ulama dilahirkan melalui rahim HMI. Ini pula setelah sekian tahun di HMI aku melihat ada yang kurang di HMI. Kita terlalu terpaku pada waca

Jawa yang Gagal

Bisa apa kita sebagai umat Islam dan bagian masyarakat timur dengan modernisme/globalisasi? Modernisme harus diakui adalah produk barat dimana kita (sbg muslim dan timur) tidak pernah dilibatkan untuk ikut merancang bangun peradaban ini. Kita hanya diminta untuk menerimanya. Melalui penaklukan, kolonialisme-imperialisme yang dilakukan barat dari dulu sampai sekarang. Kita (sbg muslim dan timur) sesungguhnya dibawah supremasi mereka; baik politik, ekonomi, budaya, sampai dengan intelektual. Kita dipaksa untuk meninggalkan dan menanggalkan akar budaya dan kedirian kita untuk terlibat dan menjadi barat melalui modernisme. Cak Nur pernah menyatakan, modernisme bukanlah barat atau westernisasi, ia adalah gejala global seperti layaknya demokrasi. Tapi, benarkah demikian? Sebagai konstruksi sosial, kita harus akui modernisme memuat prinsip-prinsip yang bisa kita terima (rasionalitas, ilmu pengetahuan,dsb). Tapi, kita juga harus kritis bahwa ia dibangun dari logika-logika yang yang kemudian

THE POWER

Apa sebenarnya kunci kesuksesan hidup? Power. Ya, kekuatan yang kita punya dan miliki bisa mengantar pada kesuksesan hidup. Lalu apa kekuatan kita sebenarnya? Kita sendirilah yang paling tahu. Caranya kita merenung, memikirkan dan mengukur seberapa besar dan banyak kekuatan kita tersebut. The key is power . Kuncinya kita memahami kekuatan kita. Kemampuan diri yang menjadi kelebihan sehingga bisa menjadi keunggulan di tengah keragaman untuk membangun kualitas hidup. Selain itu, tentu saja jangan dilupakan, kita mesti mengenali apa saja KELEMAHAN yang bersembunyi dan menggelayuti diri. Jangan sampai kita terlambat untuk mengenali kelemahan diri kita. Berbagai unsur-unsur negatif yang bersemayam sehingga bisa kita antisipasi bahkan (harus+mesti) kita hilangkan. Kita hapus, kita coret, kita type-ex , kita buang jauh, dan kita tenggelamkan untuk tidak bisa hidup lagi. Meski tak ada gading yang tak retak, seperti ungkapan pepatah, namun mengenali kelemahan diri bisa menjadi kunci sukse

Hidup Bermakna, Jangan Mau Sia-Sia

Hidup ini harus diberi arti. Memiliki makna, agar tidak sunyi dari prestasi. Jangan jadikan hidup dengan konsep ke ‘sia-sia-an’. Kemubaziran yang membawa kita pada dekadensi kualitas kemanusiaan. Carilah inspirasi dan pencerahan dimanapun ia berada. Pada sesama, tempat, alam, tetumbuhan, heman dan binatang, maupun melalui kitab-kitab dan ajaran-Nya. Di kampus, di kost, di lereng gunung, pondok pesantren, hotel, dan semua bumi Allah dipijak. Kita, manusia, harus bisa mencerap energi alam yang dianugerahkan Tuhan. Meresapai dan membawa cinta kasih-Nya pada sanubari kita untuk diterjemahkan sebagai penerus rahmatan lil’alamiin yang diajarkan. Kita harus bermakna, dan tidak boleh menjadi serta menjalani sesuatu yang SIA-SIA.

Hiduplah Tanpa Rasa Takut

Rasa takut adalah pembunuh berbahaya dan pencipta kegagalan hidup. Jadi, jangan pernah mau berakrab-akrab dengannya. Apalagi menjadi hambanya. Joan Dixon dari Womens Institute for Leadership Development menyatakan orang-orang di kantornya telah menganut sikap ‘Hiduplah Tanpa Rasa Takut’. Dengan keyakinan ini sangat membantu dalam situasi agar orang berpikir positif dan berpikir bebas sehingga bisa juga menghasilkan prestasi di lembaga yang menjadi kumpulan orang.  Seperti juga ungkapan Franklin Delano Roosevelt, ‘Presiden Amerika Serikat 1932-1945, yang harus ditakuti adalah ketakutan itu sendiri (we have to fear is fear itself ). Karena gambaran ketakutan hanya akan menimbulkan energi negatif dan reaksi pesimisme yang tidak sesuai dengan gambaran yang ada. Ketakutan, adalah soal mental. Mental adalah soal keyakinan diri, percaya diri. Ia berhubungan dengan martabat dan keunggulan. Jadi, jangan pernah menyuburkan mental takut dalam diri kita. Termasuk ketika kita menjadi bangsa. Seba

Negeri Imitasi

Bangsa yang kosong. Ini penggambaran terhadap Indonesia sekarang ini. Negeri ini seolah berjalan tanpa isi, identitas dan menjadi pemamah globalisasi tanpa prestasi. Indonesia kini menjadi syurga pelahap materialisme yang dicontohkan oleh Soeharto dan Orde Barunya. Ia begitu kering dengan ukuran-ukuran fisik materi, tapi tanpa vitalitas untuk unggul dibanding bangsa lain. Kita kehilangan nation building dan character building sebagai syarat utama eksistensi sebuah bangsa di tengah kompetisi dunia. Di antara pergaulan beragam negeri yang terus saling bergerak untuk ‘menang dan maju’. Kita tidak punya strategi untuk menang, tapi menyerahkan diri sebagai pecundang. Kita puas dengan kondisi yang ada; dengan warna materialisme, dengan kesenjangan kaya dan miskin yang semakin seperti jurang, dan ‘puas’ juga dengan para pemimpin kita yang tidak becus mengurus negeri ini. Atau kita memang tidak sadar dengan apa yang kita alami sehari-hari ini. Terlalu lama otak anak ini dicuci dengan oleh

Laporan Keuangan Pemkab Batang Terus dapat WDP

BATANG- Pemkab Batang kembali mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk laporan keuangan tahun 2010. Itu berarti sejak 2007 sampai 2010, Pemkab Batang belum pernah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ''Pemkab Batang kembali memperoleh opini WDP karena masih terdapat beberapa permasalahan,'' ujar Kabid Instansi Pemerintah Pusat (IPP) BPKP Provinsi Jateng Yono Andi Atmoko dalam Gelar Pengawasan Daerah (Larwasda) di Pendopo Kantor Bupati Batang, (1/12). Dia mengatakan, persoalan yang membuat Pemkab Batang mendapat opini WDP ada tiga hal. Pertama, saldo aset tetap per 31 Desember 2010 tidak dapat diyakini kebenarannya. Kedua, realisasi pendapatan yang berasal dari dana kapitasi Askes serta klaim rawat inap dan lain-lain PAD dikelola diluar mekanisme APBD. Ketiga, karena realisasi belanja atas pemakaian listrik penerangan jalan umum berdasarkan prediksi PLN bukan berdasarkan pemakaian KWH. Atas temuan BPK terseb