Laboratorium Kopi di Kabupaten Batang

Tempat Uji Kualitas Kopi, Jadi Jembatan Petani dan Kedai

Rifani Zuniyanto (34) mendirikan laboratorium khusus untuk melakukan uji kualitas kopi dari para petani di Kabupaten Batang dan sekitarnya. Berawal dari rasa cinta pada kopi, laboratorium kopi ini sekarang menjadi jembatan antara produsen dan kedai kopi, sekaligus gerakan pemberdayaan sekitar 2.500 petani.

Laboratorium kopi milik Rifani berada di kawasan pedesaan yang jauh dari perkotaan. Letaknya di Desa Tersono, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang. Di tempat ini, segala hal yang terkait dengan kopi dihadirkan. Ada berbagai jenis kopi dari wilayah Kabupaten Batang, sampai kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Semuanya ditempatkan secara rapi dalam rak khusus.

Selain itu, berbagai perlengkapan terkait kopi juga lengkap ada di sini. Ada alat mengukur kadar air biji kopi, timbangan kopi, mesin roasting, serta kertas form penilaian kopi. Ada juga asam organik untuk belajar mencicipi rasa asam di kopi, pengukur suhu, grinder, timer,  dan berbagai perlengkapan lainnya.

'' Laboratorium kopi didirikan sebagai media pembelajaran untuk semua. Siapa saja boleh masuk ke sini. Mau belajar dari barrista, menyeduh kopi, budidaya sampai pengolahan maupun roasting. Kita terbuka dan gratis,'' kata Rifani.

Didirikan Agustus 2016, laboratorium kopi Rifani sekarang juga menjadi jujukan para petani melakukan uji kualitas kopi yang dibudidayakan. Tempat tersebut seperti menjadi ruang seleksi mana kopi yang benar-benar berkualitas dan tidak. Sampai saat ini, sudah ada sekitar 2.500 petani kopi yang belajar  ke tempat ini. Kabupaten Batang sendiri merupakan salah satu sentra penghasil kopi yang tersebar di berbagai kecamatan seperti Bawang, Reban, Blado, Bandar, Wonotunggal dan Tersono. 95% adalah kopi jenis robusta.

'' Laboratorium kopi dibuat untuk memberikan edukasi pada petani kopi. Kita ingin mengenalkan kopi yang kualitasnya bagus itu seperti apa, karena banyak yang tidak tahu. Ada perbedaan antara kopi enak dan kopi bagus. Kalau kopi enak itu yang sesuai permintaan peminum. Tapi kalau kopi bagus, ada standarnya,'' terangnya.

Kehadiran laboratorium kopi didasari akan ketertarikan Rifani yang mendalam pada kopi. Bagi suami Kurniati Arsyi ini, daya pikat kopi bukan lagi sekedar soal rasa, tapi lebih pada prosesnya. Dirinya menganalogikan kopi adalah sebuah perjalanan. Setiap orang akan menemukan sensasi yang berbeda-beda. Itu akan didapatkan ketika mendalami prosesnya. Fase kopi sendiri dibagi tiga, ada budidaya, paska panen dan produksi. Sebagai jembatan antara budidaya dengan produksi, ada evaluasi untuk menguji proses paska panennya.

'' Saya lebih fokus di situ. Jadi ketika proses paska panen, penjemuran dan setelahnya, kemudian masuk ke laboratorium kita. Di situ diuji bagaimana kualitas kopinya. Bagus atau tidak, serta apakah ditemukan cacat rasa atau fisik. Jika ditemukan kopi yang cacat, itu kesalahannya dari apa. Nanti kita evaluasi dan petani disuruh memperbaiki,'' tuturnya.

Alumni Sarjana Seni UNS Solo tersebut menjelaskan, untuk bisa diuji, petani membawa kopi milik mereka ke laboratorium miliknya. Kemudian oleh Rifani dicek fisiknya terlebih dahulu. Untuk mengeceknya, ada standar dan panduan khusus. Kopi mentah, cacatnya tidak boleh lebih dari 5% per 300 gram. Setelah dipastikan tidak ada cacatnya, lalu diroasting atau disangrai.

Selanjutnya baru dicicipi dan dievaluasi, apakah ditemukan cacat rasa dari kopi yang dibawa petani. Cacat rasa itu bisa dirasakan dari rasa asam yang tidak jelas. Rifani memastikan, cacat rasa itu karena kesalahan di proses paska panen. Dia mencontohkan, jika rasa kopi terlalu bleesy atau ada rasa rumputnya, itu berarti penjemurannya terlalu singkat.

'' Lalu kalau ada rasa fermentasi, itu berarti penjemurannya terlalu lama sampai ada fermentasi. Ada juga rasa tanah, biasanya penjemurannya yang dilakukan di tanah. Jadi  penjemuran ini faktor paling utama. Ada juga rasa jamur karena kesalahan saat penyimpanan dan masih basah. Rasa kopi bisa dirasakan di tengah-tengah lidah sama hidung. Di tenggorokan itu tidak enak. Jadi, kenapa kopi harus diseruput kencang saat tes rasa, agar ada perpaduan antara indera pengecap dan aroma,'' tuturnya.

Rifani memahami kualitas kopi karena telah mengikuti berbagai kelas dalam dunia kopi. Seperti di 2016 mengambil kelas khusus soal roasting di Bali. Selanjutnya  di 2017 ikut kelas uji cita rasa di di Bandung dengan spesialisasi kopi robusta. Kemudian ikut kelas barrista di Wonosobo dan kelas-kelas kopi lainnya, serta rajin mengikuti kompetisi.

Angkat Kehidupan Petani

Selain rasa cinta pada kopi, pendirian laboratorium kopi didasari keinginan Rifani untuk mengangkat kehidupan petani kopi di Kabupaten Batang. Batang selama ini memiliki potensi besar dalam budidaya kopi dan telah menyebar ke berbagai daerah, bahkan diekspor keluar negeri. Cuma saat ini larinya ke tengkulak dan potensi yang ada tidak dimanfaatkan secara maksimal. Dirinya kemudian tergugah untuk terjun di bidang pendampingan serta pemberdayaan masyarakat di bidang kopi.

Berdasarkan diskusi dengan teman-temannya yang ahli di bidang kopi, fase paling rawan yang ditemui adalah  menjembatani antara petani dan kedai atau perusahaan, dimana kualitas kopi harus benar-benar terjaga. Untuk itulah, laboratorium kopi yang didirikan sebagai media kontrol kualitas kopi. Ketika kualitas kopi dari petani itu baik, kedai  dapat kualitas yang bagus, dan otomatis harga juga akan bagus. Saat ini, Rifani dan laboratorium kopi yang dimiliki telah menyusun standar operational prosedure (SOP) khusus terkait proses paska panen. Seperti pengeringan, penjemuran, dan proses lainnya.

'' SOP ini diharapkan bisa digetok tularkan pada para petani agar bisa menghasilkan kopi yang benar-benar berkualitas. Kita juga membantu petani untuk mencarikan pasar. Contohnya kita carikan ke Jakarta, Surabaya dan daerah lain,'' katanya.

Untuk 2019 misalnya,  sudah ada kesepakatan pesanan kopi Batang sampai 36 ton.  Jadi setiap satu bulan harus sanggup menyiapkan 3 ton. Ini baru satu perusahaan, belum dari perusahaan lain. Menurut Rifani, dari kedai atau perusahaan sangat paham kualitas kopi karena ada penguji khusus kualitas produk. Apalagi kalau untuk diekspor. Jika kopi yang ditawarkan tidak sesuai standar, mereka akan kembalikan.

'' Kopi Batang itu rasanya khas Jawa. Bodinya tidak terlalu kuat, termasuk medium body dan enak. Jika dikembangkan secara serius, maka akan bisa mengangkat kesejahteraan petani. Kita berharap, dengan bibit yang bagus, pola budidaya yang benar dan proses paska panen yang tepat, maka akan bisa menghasilkan kopi yang benar-benar berkualitas. Pendampingan pada para petani kopi akan terus kami lakukan,'' tuturnya.

Selain menghidupkan laboratorium kopi, Rifani juga rajin mengirim berbagai kopi dari Kabupaten Batang untuk ikut kompetisi. Hasilnya tidak mengecewakan. Di 2017, kopi dari Batang menjadi juara II dalam Festival Kopi Nusantara di Bondowoso. Di 2018 juga masuk 10 besar dan di Jateng Kopi Fest meraih juara I.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Batang Migayani Thamrin mengapresiasi keberadaan laboratorium kopi yang dikembangkan Rifani. Ini akan ikut mendorong kemajuan sektor pertanian, khususnya budidaya dan pemasaran kopi Batang. Apalagi saat ini kopi memang menjadi trend dan memiliki peluang yang bagus untuk dikembangkan.

'' Kita tentu senang jika banyak yang terlibat dalam usaha memajukan kopi Batang. Termasuk yang dilakukan oleh anak-anak muda seperti Rifani yang bergerak secara mandiri. Anak-anak muda memang menjadi kekuatan pembangunan yang semakin penting. Termasuk dengan inisiatif-inisiatifnya yang tinggi,'' katanya. (trisno suhito)





















Comments

Popular posts from this blog

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (2)

Makam Syeikh Maulana Maghribi Wonobodro, Batang

Mengintip Kehidupan Lokalisasi di Batang (3)